Sekelumit Cerita Komik Indonesia terkini
Oleh: DETIUS YOMAN
Goenawan Mohamad pada akhir dekade 1970-an pernah mempertanyakan apakah tokoh-tokoh superhero Indonesia bisa bertahan dari serbuan jago-jago asing? Dan ternyata tidak. Jago-jago tersebut akhirnya harus "pensiun" dari kancah persaingan jago-jago komik. Tak hanya para jagoan super seperti Godam dan Gundala, pendekar-pendekar pengembara yang tangguh seperti Si Buta dan Panji tengkorak pun harusmeletakkan senjata mereka. Pasca tahun 1970-an komik Indonesia mengalami kelesuan yang benar-benar yang tidak bisa diobati oleh obat kuat manapun.
Di tengah lesunya kondisi perkomikan nasional, terjadi fenomena yang sangat menarik dalam jagat perkomikan Indonesia. Pada awal periode 1990-an muncul sebuah gerakan baru yang bermula dari Bandung, yang kemudian biasa disebut sebagai gerakan komik indie. Perkembangan komik indie telah membawa angin segar bagi dunia komik di Indonesia. Para komikus indietelah mengangkat derajat komik ke tempat yang lebih terhormat.
Komik yang pada masa sebelumnya hanya dianggap sebagai "buah terlarang"meminjam istilah Marcel Bonneffyang membuat para siswa malas belajar, mulai dianggap sebagai karya "serius" yang layak disejajarkan dengan karya seni rupa. Komik indie telah memberikan alternatif bagi keragaman estetis yang pada masa-masa sebelumnya sangat terbatas. Selain keragaman estetis, komik indie juga memberi keragaman tematis yang tidak mungkin diangkat oleh komik-komik industri.
Selain keberagaman estetis dan tematis yang ditawarkan, para pegiat komik indie telah memberi kontribusi yang cukup besar dalam menggairahkan kehidupan berkomik di Indonesia. seringkali dengan persiapan yang minim, terutama masalah dana, mereka nekat mengadakan even komik atau setidaknya mengikuti even kesenian untuk mengenalkan komik kepada publik. Usaha-usaha ini ternyata cukup efektif untuk mengenalkan karya para komikus indie.
Dibalik kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh para pegiat komik tersebut, ada masalah "kecil" yang mungkin akan menjadi masalah besar yang akan menghambat kemajuan perkomikan Indonesia, yaitu masalah dokumentasi. Ternyata masih banyak komikus yang tidak menyimpan karya mereka dengan baik. Untuk sebuah komunitas komik pun seringkali tidak jelas siapa yang bertanggung jawab untuk menyimpan karya-karya mereka. Seringkali ketika ditanya koleksi karya yang disimpan, mereka menjawab: "wah di mana ya, saya lupa". Masalah seperti ini tidak hanya terjadi pada para komikusnya, bahkan komunitas kajian komik pun seringkali tidak mendokumentasikan koleksinya dengan baik. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus, karena tidak banyak lembaga dokumentasi atau perpustakaan yang mau menyimpan dokumen mengenai dan berupa komik.
Kekurangpedulian terhadap penyimpanan dokumen yang dimiliki oleh para komikus, komunitas, maupun kelompok kajian komik inilah yang akan membahayakan masa depan komik Indonesia sendiri. Sejarah komik Indonesia mungkin akan mengalami keterpenggalan jika masalah seperti ini tidak diperhatikan. Para komikus dan orang-orang yang akrab dengan dunia komik seharusnya belajar dari pengalaman yang lalu.
Keluhan akan kesulitan pelacakan dokumen ini telah disampaikan oleh Marcel Bonneff yang melakukan penelitian pada tahun 1970-an. Pada tahun 1970-an saja dia sudah sulit merunut komik-komik tahun 1960-an, padahal baru satu dekade sebelumnya! Jangan sampai kejadian seperti ini terulang pada masa datang. Jika hal ini terjadi, maka usaha yang telah dirintis selama ini akan sia-sia belaka, hanya karena kita kurang peduli terhadap apa yang kita miliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar