Sabtu, 25 Juli 2009

NOVEL/ARTIKEL : Oleh : detius yoman,

DETIUS YOMAN

JUDUL NOVEL/ARTIKEL

Pengetahuan


pengetahuan

‘Ilmu’ dan ‘Pengetahuan’ adalah 2 hal yang mempunyai arti dan maksud yang berbeda. Ilmu dalam bahasa inggrisnya adalah “science” dan Pengetahuan adalah “knowledge”

Sehingga JELASLAH bagi kita sekarang untuk membedakannya :) , Pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara.

Lha? Maksudnya apa niy?

Maksudnya, mari kita lihat contoh :)

Misalnya, Ahong pergi memancing….

Disitu Ahong TAHU persis pelampung kailnya selalu terapung. Ahong akan membantah kalau ada yang mengatakan pelampung kailnya tenggelam. Yang demikian namanya ‘pengetahuan’ bagi Ahong. Bagi Ahong sudah tidak ada keraguan lagi tentang mengapungnya palampung kail, walaupun dia dipengaruhi oleh gurunya yang mengatakan pelampung kail tenggelam, Ahong tetap akan bersikukuh untuk mengatakan terapung.

Jika setelah mendengar perkataan gurunya, Ahong kemudian terpengaruh atau ragu tentang pelampung kailnya, maka sesungguhnya Ahong tidak lah tahu sama sekali tentang pelampung, Ahong tidak memeiliki ‘Pengetahuan’ tentang pelampung.

Apakah yang dimaksud dengan ilmu?

Kalau kita ambil contoh diatas, misalnya sekarang Ahong mengetahui pelampungnya bisa mengapung karena berat jenis (BJ) pelampung lebih kecil dari berat jenis (BJ) air, sehingga menyebabkan pelampung menjadi mengapung, maka ini lah yang disebut ‘ilmu’ bagi Ahong.

Jadi perdefinisi bisa kita lihat, ‘Pengetahuan CUKUP puas dengan hanya menepis keraguan terhadap satu perkara’

Sedangkan ilmu tidak berhenti hanya pada pengetahuan saja, tetapi mampu menangkap asal-usul pengetahuan itu sendiri. Rangkaian cerita, mulai dari pelampung yang mengapung, sampai dengan bagaimana terjadinya pelampung mengapung, dan bagaimana cara kerja berat jenis (BJ) inilah yang disebut dengan ‘ilmu’

Dalam pengetahuan modern, ilmu dibagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok a posteriori (pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen/pengalaman indrawi) dan kelompok a priori (pengetahuan yang TIDAK diperoleh dari percobaan/eksperimen) TAPI bersumber dari akal itu sendiri.

DETIUS YOMAN

JUDUL NOVEL/ARTIKEL

Ilmu

Kita sering mendengar disekitar kita kalimat-kalimat seperti ini : ” ILMU gue ga nyampe” , ” Gue TAHU dong ” , ” Gue ga PAHAM” dan lain-lain…

Sekilas…


pengetahuan

Ya.. sekilas kita jarang memperhatikan apa perbedaan dari kalimat-kalimat tersebut, karena bagi kebanyakan kita, Mengabaikan kalimat “sepele” seperti itu tidak akan pernah merubah gaji yang kita terima dari kantor ? Jadi tidak ada urgensinya bagi kebanyakan orang untuk meneliti isi kalimat yang sering berseliweran di sekitar kita. Tapi sekarang, mungkin iseng-iseng untuk melepas “boring” dikantor atau dirumah, yuk kita teliti, apakah yang dimaksud dengan kata “ilmu” ?

Mari kita lihat…

Sebelum meneliti kata “ilmu” perlu kita bicarakan dulu teman dekatnya yang sering menjadi “pemicu kesalah pahaman” tentang satu perkara per perdefinisi, yaitu “Tahu” atau Pengetahuan.

‘Ilmu’ dan ‘Pengetahuan’ adalah 2 hal yang mempunyai arti dan maksud yang berbeda. Ilmu dalam bahasa inggrisnya adalah “science” dan Pengetahuan adalah “knowledge”

Sehingga JELASLAH bagi kita sekarang untuk membedakannya J , Pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara.

Lha? Maksudnya apa niy?

Maksudnya, mari kita lihat contoh :)

Misalnya, Ahong pergi memancing….

Disitu Ahong TAHU persis pelampung kailnya selalu terapung. Ahong akan membantah kalau ada yang mengatakan pelampung kailnya tenggelam. Yang demikian namanya ‘pengetahuan’ bagi Ahong. Bagi Ahong sudah tidak ada keraguan lagi tentang mengapungnya palampung kail, walaupun dia dipengaruhi oleh gurunya yang mengatakan pelampung kail tenggelam, Ahong tetap akan bersikukuh untuk mengatakan terapung.

Jika setelah mendengar perkataan gurunya, Ahong kemudian terpengaruh atau ragu tentang pelampung kailnya, maka sesungguhnya Ahong tidak lah tahu sama sekali tentang pelampung, Ahong tidak memeiliki ‘Pengetahuan’ tentang pelampung.

Apakah yang dimaksud dengan ilmu?

Kalau kita ambil contoh diatas, misalnya sekarang Ahong mengetahui pelampungnya bisa mengapung karena berat jenis (BJ) pelampung lebih kecil dari berat jenis (BJ) air, sehingga menyebabkan pelampung menjadi mengapung, maka ini lah yang disebut ‘ilmu’ bagi Ahong.

Jadi perdefinisi bisa kita lihat, ‘Pengetahuan CUKUP puas dengan hanya menepis keraguan terhadap satu perkara’

Sedangkan ilmu tidak berhenti hanya pada pengetahuan saja, tetapi mampu menangkap asal-usul pengetahuan itu sendiri. Rangkaian cerita, mulai dari pelampung yang mengapung, sampai dengan bagaimana terjadinya pelampung mengapung, dan bagaimana cara kerja berat jenis (BJ) inilah yang disebut dengan ‘ilmu’

Dalam pengetahuan modern, ilmu dibagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok a posteriori (pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen/pengalaman indrawi) dan kelompok a priori (pengetahuan yang TIDAK diperoleh dari percobaan/eksperimen) TAPI bersumber dari akal itu sendiri.

DETIUS YOMAN

JUDUL NOVEL/ARTIKEL

Salah Benar


Sekarang kita telusuri apa yang dimaksud dengan ‘Aturan berpikir benar’ yang dibicarakan oleh ‘ilmu logika’ .

Sebagaimana sudah dibicarakan sebelumnya, logika bertugas untuk menjaga supaya kita bisa ‘berpikir secara benar’ , pertanyaan nya sekarang adalah, Apakah yang dimaksud dengan BENAR itu? Benar adalah persesuaian proposisi antara pikiran (fikr) dan kenyataan.

Misalnya :

Bumi mengelilingi matahari => Preposisi ini sama dengan kenyataannya. (Logika BENAR)

Matahari mengelilingi bumi => Preposisi ini TIDAK sama dengan kenyataan (Logika SALAH)

Untuk mengukur benar, selain dengan patokan diatas kita juga bisa meneliti apakah proposisi dari kalimat yang akan kita teliti itu mengandung PERTENTANGAN (kontradiksi).

Proposisi yang bertentangan misalnya :

Ahong adalah seorang bisu yang pandai berdebat = (Tidak mungkin orang bisu bisa berbicara, apalagi berdebat)

Sibuta dari gua hantu itu sangat jeli penglihatannya = (Tidak mungkin orang buta bisa melihat)

Mei shin adalah cewek jujur yang suka menipu = (Tidak mungkin orang jujur menipu)

Lihat…

Contoh diatas sangat sederhana, tapi jangan salah…banyak kalimat asing yang berseliweran didepan kita yang kita telan mentah-mentah tanpa menyaring terlebih dahulu akibat kita terlalu menyepelekan ‘logika’. Penyepelean ini sering terjadi, karena banyak dari guru-guru kita yang masih mengharamkan menggunakan akal (logika) secara maksimal.

Sering kita dengar gertakan seperti ini, “Huss… untuk perkara yang ini jangan menggunakan akal, dosa lho …! “

Padahal pernyataan-pernyataan ’sepele’ seperti diatas sering menjebak dalam ilmu kalam, sehingga ketika ditanyakan : “Apakah Tuhan dapat mengangkat Batu yang lebih Besar dari Tuhan sendiri” , Atau ” Apakah Tuhan dapat menciptakan makhluk yang lebih hebat dari Tuhan sendiri?”

Kita suka kebingungan untuk mencari tahu? Karena di ilmu kalam ini masuk ke bahasan mana?

Bagi ilmu logika, pertanyaan seperti itu tidak perlu dirisaukan, karena pertanyaannya sudah jelas tidak memenuhi kaedah logika, yakni tidak menghadirkan maksud yang bulat, pertanyaan seperti itu sama saja dengan pernyataan ” sibuta huruf itu pandai sekali membaca” .

Dari uraian diatas, kiranya kita bisa melihat fakta, betapa pentingnya mengetahui ilmu logika (mengetahui arti BENAR) , supaya kedepan kita tidak mudah untuk mengatakan yang ini ‘benar’ dan yang itu ’salah’ tanpa ada penjelasan apapun tentangnya.

Jadi…

Jika suatu hari nanti ada yang bilang ke Anda ‘Janda itu sedang mencuci baju suaminya’ , tentu anda sudah mengerti maksud kalimat tersebut bukan?

Anda sudah bisa melihat “sesuatu” yang salah disitu…?

Ragu

Hampir semua orang pernah dihadang oleh keraguan-raguan, tidak peduli apapun latar belakang seseorang, pastilah dia pernah mengalami situasi yang sulit, yaitu suatu situan dan kondisi yang meragukan.

Orang yang memiliki sifat peragu terhadap hal-hal yang ‘mudah’ dan ‘material’ tidaklah terlalu penting untuk dibahas, tapi keraguan seseorang dalam menyikapi suatu permasalahan YANG SERIUS seperti apakah Tuhan itu ada?

Apakah Surga itu Ada? Apakah Neraka itu ada? Apakah ada kehidupan setelah mati , ini adalah hal yang lain dan perlu untuk kita teliti, apakah keraguan terhadap masalah-masalah seperti itu bisa abadi melekat kepada seseorang?

Mari kita lihat, apakah mungkin dan masuk akal (logis) kalau kita ragu SELAMANYA terhadap beberapa hal yang serius seperti yang dipertanyakan diatas itu?

Bicara kemungkinan yang masuk akal (logis) tentu kita harus membicarakan alat ukur yang dipakai oleh akal dalam menentukan hasil akhir dari aneka kemungkinan yang disodorkan kehadapan akal.

Alat ukur akal (falsumeter) yang terkenal dan disebut sebagai induk dari alat ukur adalah ‘prinsip kontradiksi’. Alat ukur ini terkenal karena hampir semua orang , sadar ataupun tidak sadar TELAH menggunakannnya dalam kehidupan sehari-hari. Dan begitu juga dalam urusan logika dan semua persoalan keilmuan, hampir semua bidang keilmuan membutuhkan falsumeter yang bernama ‘prinsip kontradiksi’ ini.

Ini adalah hal yang sudah semestinya, karena tanpa prinsip kontradiksi ini maka punahlah semua ilmu-ilmu modern dan sekaligus runtuhlah prinsip logika yang diajarkan oleh Aristoteles. Prinsip Kontradiksi adalah dasar dari semua prinsip logika dan pemikiran manusia.

Sebelum kita membicarakan apa dan dimana orang-orang menggunakan alat serupa falsumeter (prinsip kontradiksi) itu, maka ada baiknya kita tahu terlebih dahulu tentang hukum kontra (kontradiksi) yang sedang kita bicarakan.

Kontra segala sesuatu adalah ‘tiadanya’ sesuatu tersebut, atau dengan kata lain bahwa segala sesuatu penolakan atau penafikan bagi yang lain adalah kontra (peniadaan) bagi yang lainnya.

Hmm…agak ribet juga yah :) , Nanti akan lebih mudah kalau kita sudah pakai contoh-contoh…

Dengan patokan hukum kontra tersebut, maka sudah semakin jelas bagi kita bahwa tidak mungkin ada sebuah kalimat atau pernyataan yang sama-sama benar dengan kalimat / pernyataan kontra-nya. Dan sebaliknya juga, mustahil ada suatu preposisi yang sama-sama salah dengan preposisi kontra-nya.

Ini bisa kita buktikan dengan mudah dan jelas seperti berikut :

Kita ambil contoh yang pertama dari pertanyaan diatas, apakah Tuhan itu ada? , Disini akan muncul 3 kondisi dalam pikiran kita , yaitu :

1. Kita Ragu (skeptis).
Pikiran kita ragu untuk menjawaban pertanyaan apakah :
a. Tuhan Ada
b. Tuhan Tidak ada

Pada posisi ragu, maka seseorang tidak melihat kedua permasalahan diatas secara berat sebelah. Mereka melihat kedua pilihan preposisi itu secara seimbang dalam pikirannya, pilihan A tidak lebih berat ketimbang dengan pilihan B.

2. Kita Condong kesalah satunya ( estimasi ).
Kita bisa saja condong kepada salah satu pilihan yang ada, kecondongan itu disebut estimasi.

3. Kita Yakin.
Pikiran kita langsung otomatis yakin (memilih) kepada salah satu pilihan, yaitu :
a. Tuhan Ada
b. Tuhan Tidak ada

Dari ketiga kondisi pikiran kita diatas, kondisi kedua dan ketiga akan kita bahas dalam kesempatan lain, dan sekarang kita mau lihat lebih kedalam lagi tentang kondisi yang pertama, yakni keraguan (skepstis).

Keraguan akan muncul jika seseorang lebih sering menggunakan penalaranan yang bersifat ekstemporal, yakni suatu proses pencarian yang dimulai dari membaca alam sekitarnya. Mempertanyakan sesuatu yang tidak dia ketahui, kemudian merubahnya menjadi sesuatu yang dia ketahui. Atau suatu proses pengumpulan premis-premis yang diketahui menjadi sebuah pengetahuan yang baru.

Metode seperti ini sangat cocok digunakan dilingkungan ilmuwan dan para peneliti. Sebagai contoh, dulu orang belum tahu kalau besi itu memuai jika dipanaskan. Maka ketika ada yang bertanya, apakah besi akan memuai jika dipanaskan? Maka orang akan menjawab tidak tahu.

Tidak tahu karena persoalan yang ditanyakan itu masih diragukan, tetapi setelah diadakan beberapa uji coba maka diketahui bahwa besi akan memuai jika dipanaskan. Dengan mengetahui kenyataan ini maka dengan sendirinya orang-orang akan menafikkan kontra dari premis yang semacam itu. Yakni premis bahwa besi TIDAK akan memuai jika dipanaskan.

Jelas terlihat sekarang, bahwa walaupun seseorang berangkat dari keragu-raguan maka dalam perjalanannya dia hanya akan menemukan satu pilihan , yaitu ‘prinsip kontradiksi’ yang mengatakan tidak mungkin ada satu premis yang sama-sama betul dengan premis kontranya. Hanya ada satu pilihan yang betul dalam dua pilihan yang kontradiksi dan keraguan akan HANYUT ketika dia bertabrakan dengan ilmu pengetahuan.


Sekelumit Cerita Komik Indonesia terkini Oleh: DETIUS YOMAN

Sekelumit Cerita Komik Indonesia terkini
Oleh: DETIUS YOMAN


Goenawan Mohamad pada akhir dekade 1970-an pernah mempertanyakan apakah tokoh-tokoh superhero Indonesia bisa bertahan dari serbuan jago-jago asing? Dan ternyata tidak. Jago-jago tersebut akhirnya harus "pensiun" dari kancah persaingan jago-jago komik. Tak hanya para jagoan super seperti Godam dan Gundala, pendekar-pendekar pengembara yang tangguh seperti Si Buta dan Panji tengkorak pun harusmeletakkan senjata mereka. Pasca tahun 1970-an komik Indonesia mengalami kelesuan yang benar-benar yang tidak bisa diobati oleh obat kuat manapun.
Di tengah lesunya kondisi perkomikan nasional, terjadi fenomena yang sangat menarik dalam jagat perkomikan Indonesia. Pada awal periode 1990-an muncul sebuah gerakan baru yang bermula dari Bandung, yang kemudian biasa disebut sebagai gerakan komik indie. Perkembangan komik indie telah membawa angin segar bagi dunia komik di Indonesia. Para komikus indietelah mengangkat derajat komik ke tempat yang lebih terhormat.
Komik yang pada masa sebelumnya hanya dianggap sebagai "buah terlarang"meminjam istilah Marcel Bonneffyang membuat para siswa malas belajar, mulai dianggap sebagai karya "serius" yang layak disejajarkan dengan karya seni rupa. Komik indie telah memberikan alternatif bagi keragaman estetis yang pada masa-masa sebelumnya sangat terbatas. Selain keragaman estetis, komik indie juga memberi keragaman tematis yang tidak mungkin diangkat oleh komik-komik industri.
Selain keberagaman estetis dan tematis yang ditawarkan, para pegiat komik indie telah memberi kontribusi yang cukup besar dalam menggairahkan kehidupan berkomik di Indonesia. seringkali dengan persiapan yang minim, terutama masalah dana, mereka nekat mengadakan even komik atau setidaknya mengikuti even kesenian untuk mengenalkan komik kepada publik. Usaha-usaha ini ternyata cukup efektif untuk mengenalkan karya para komikus indie.
Dibalik kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh para pegiat komik tersebut, ada masalah "kecil" yang mungkin akan menjadi masalah besar yang akan menghambat kemajuan perkomikan Indonesia, yaitu masalah dokumentasi. Ternyata masih banyak komikus yang tidak menyimpan karya mereka dengan baik. Untuk sebuah komunitas komik pun seringkali tidak jelas siapa yang bertanggung jawab untuk menyimpan karya-karya mereka. Seringkali ketika ditanya koleksi karya yang disimpan, mereka menjawab: "wah di mana ya, saya lupa". Masalah seperti ini tidak hanya terjadi pada para komikusnya, bahkan komunitas kajian komik pun seringkali tidak mendokumentasikan koleksinya dengan baik. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus, karena tidak banyak lembaga dokumentasi atau perpustakaan yang mau menyimpan dokumen mengenai dan berupa komik.
Kekurangpedulian terhadap penyimpanan dokumen yang dimiliki oleh para komikus, komunitas, maupun kelompok kajian komik inilah yang akan membahayakan masa depan komik Indonesia sendiri. Sejarah komik Indonesia mungkin akan mengalami keterpenggalan jika masalah seperti ini tidak diperhatikan. Para komikus dan orang-orang yang akrab dengan dunia komik seharusnya belajar dari pengalaman yang lalu.
Keluhan akan kesulitan pelacakan dokumen ini telah disampaikan oleh Marcel Bonneff yang melakukan penelitian pada tahun 1970-an. Pada tahun 1970-an saja dia sudah sulit merunut komik-komik tahun 1960-an, padahal baru satu dekade sebelumnya! Jangan sampai kejadian seperti ini terulang pada masa datang. Jika hal ini terjadi, maka usaha yang telah dirintis selama ini akan sia-sia belaka, hanya karena kita kurang peduli terhadap apa yang kita miliki.

detius yoman JUDUL NOVEL / ARTIKEL :Pengantar Logikar,Pembagian logika,pikiran

detius yoman

JUDUL NOVEL / ARTIKEL :Pengantar Logikar,Pembagian logika,pikiran

Tidak logis…Tidak masuk akal…

Kita sering mendengar ucapan seperti itu dalam kehidupan sehari-hari.

Sebenarnya, Apakah yang disebut dengan tidak logis itu?
Dan apa pula yang dimaksud dengan tidak masuk akal itu?
Kemudian, Apakah semua hal bisa dijelaskan dengan logika?

Mari kita lihat…

Dalam bahasa sehari-hari, kita sering mendengar ucapan seperti ini ;

Alasannya tidak logis, berita itu tidak logis…, sekilas bagi kita seperti sudah maklum (mengetahui) dengan persis, apa maksud dari kata-kata itu…

Tapi coba kita check kembali, apakah kita betul-betul sudah mengetahui apa maksud dari kata-kata tersebut. ‘Logis‘ yang dimaksud dalam kata-kata tersebut adalah ‘logika‘ , jadi apakah logika itu?

Logika dalam definisi verbal, terdapat berbagai macam definisi tentangnya, namun hampir semua tukang definisi menyimpulkan, Logika adalah ‘Aturan Berpikir Benar’

Apakah aturan berpikir yang benar itu?

Aturan berpikir yang benar adalah inti dari kajian logika. Logika bisa digunakan sebagai alat untuk menguji, apakah berpikir seperti ini sudah benar? Ataukah berpikir yang seperti itu yang benar? Dalam perkara menguji aturan berpikir, peran logika persis seperti alat ukur (Meteran,red) untuk situkang jahit, Berapa ukuran baju si fulan? Berapa cm ?

Atau seperti bandulan pengukur tegak lurus sebuah bangunan, bagi tukang bangunan, dengan bandulan ini tukang bangunan bisa mengukur, Apakah dinding yang ia bangun sudah tegak lurus atau belum.

Karena ‘tugas’ logika menangani hal-hal yang bersifat ‘aturan’ , maka logika juga bisa didefinisikan sebagai : ‘ Aturan yang mematok hukum-hukum berpikir untuk membedakan penalaran yang benar dari penalaran yang salah’

Dari tugas itu, sekarang sudah menjadi lebih jelas…bahwa logika tidaklah bertugas untuk mengukur dalamnya isi hati seseorang dan luasnya makna beberapa ayat-ayat dalam kitab suci yang abstrak. Karena tugas logika adalah untuk mengukur cara berpikir yang benar, kemudian timbul pertanyaan, apakah kalau cara berpikirnya sudah benar, logika mampu juga untuk mengukur ISI dari pikiran itu?

Untuk menjawab itu, mari kita lihat tugas dan pekerjaan logika lebih kedalam lagi….

Apakah pekerjaan logika?

Logika bekerja dengan penalaran…

Kalau begitu sekarang kita harus tahu dulu, bagaimana penalaran (fikr) bekerja. Cara kerja penalaran adalah mengubah hal-hal yang belum diketahui menjadi pengetahuan baru. Yaitu melalui proses berpikir yang bertolak dari sebuah target yang sudah diketahui menuju serangkaian premis yang diketahui untuk menghasilkan pengetahuan baru. Untuk mengerjakan proses ini, pikiran akan membuat bentuk (form) dan tata tertib tertentu, sehingga pikiran bisa bekerja dengan aturan yang baku.

Jadi sekarang kita sudah tahu, bahwa pekerjaan logika adalah untuk mengendalikan gerak pikiran saat sedang berpikir supaya tetap mengikuti form (bentuk) yang sudah distandarisasi…

Bagaimana logika mengendalikan penalaran (fikr) ini?

Mengendalikan, bisa diartikan sebagai mengatur. Logika mengatur gerak pikiran saat sedang berpikir dengan mengendalikan kemungkinan benar dan kemungkinan salah…

Argumentasi didalam pikiran kita bagaikan sebuah bangunan. Yang disebut dengan sebuah bangunan adalah jika bagian-bagian pengikatnya yang berupa batako, semen, besi dan bahan-bahan bangunan lainnya diambil dari bahan pendukung yang benar sesuai dengan fungsinya masing-masing. Apabila salah satu dari bahan bangunan ini diambil dari materi yang salah, maka akan berakibat langsung dengan keutuhan bangunan tersebut.

Bagaimana proses berpikir benar yang mengikuti bentuk (form) itu dikerjakan oleh logika?

Kita ambil contoh yang susunan bentuk (form) kata yang Benar TAPI isinya KELIRU

A : Setiap Manusia suka mencuri
B : Alexander adalah manusia

Kesimpulan : Alexander suka mencuri

Bentuk (form) diatas adalah BETUL, tapi ISI nya menjadi salah, coba kita teliti lagi :

A : Setiap manusia suka mencuri = Bentuk BENAR, tapi isi salah (tidak mungkin setiap manusia suka mencuri)
B : Alexander adalah manusia = Bentuk dan isi BENAR

Kesimpulan : Alexander suka mencuri = Bentuk (form) nya benar tapi ISI nya menjadi salah ketika menyimpulkan Alexander suka mencuri.

Contoh lain :

Kata 1. : Alexander adalah manusia
Kata 2 : Alexander adalah anggota STUDY CLUB
Kesimpulan : Manusia adalah anggota STUDY CLUB

Coba kita perhatikan :

Alexander adalah Manusia = BETUL
Alexander adalah anggota STUDY CLUB = BETUL

Tapi menjadi KACAU ketika disimpulkan menjadi : Manusia adalah anggota STUDY CLUB. Kekacauan terjadi karena menarik kesimpulan dari 2 objek yang berbeda

Kalimat-kalimat yang seperti inilah yang sering kita dengar sebagai sebuah pernyataan yang tidak logis…tidak masuk akal ….

Dan…

Tugas logika sebenernya ngurusin hal-hal yang seperti ini…inilah pekerjaan utama logika

Pembagian Logika

Banyak orang bertanya dimilist-milist yahoogroups, ada yang bertanya karena ingin tahu, ada yang bertanya karena iseng, ada yang bertanya karena sekedar ingin menguji persoalan logika, dan ada juga yang sangat mengerti dengan logika dan memberikan perhatian yang serius tentang itu, mereka menanyakan apakah yang dimaksud dengan logika?

Pengertian dan asal-usul sejarah logika sudah pernah saya tuliskan disebuah artikel, ditailnya bisa dilihat disini dan disini

Sekarang mungkin lebih baik kalau kita bicarakan kelanjutan dari artikel itu saja, yaitu apakah ilmu logika itu hanya satu? Ini lebih menarik kita bicarakan karena disebuah milist yahoogroups kemarin masih ada yang bertanya, apakah yang disebut dengan logika cinta? Apakah cinta mempunyai logikanya sendiri?

Jawaban saya atas pertanyaan serupa itu jelas dan tegas, TIDAK. Cinta tidak mempunyai logikanya sendiri :)

Ada pula seorang pakar yang bertanya kepada saya, Bagaimana dengan multivalue logic dan fuzzy logic?

Tentu dari contoh pertanyaan tersebut rasanya perlu kita mengulas sedikit tentang pembagian logika itu sendiri.

Logika dapat disistematisasikan menjadi beberapa golongan, tergantung darimana kita mau meninjaunya. Sistematisasi Logika pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga, pertama dilihat dari segi kualitasnya, kedua dari segi metodenya dan yang ketiga dari segi objeknya.

Dalam artikel ini akan kita bicarakan yang pertama dulu, yaitu Logika dilihat dari segi kualitasnya. Dari segi kualitasnya Logika dibagi menjadi dua, pertama adalah Logika naturalis dan yang kedua adalah Logika ilmiah. Logika naturalis adalah sebuah kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia.

Pertanyaan seperti “apakah cinta mempunyai Logika nya sendiri?” adalah termasuk kedalam tinjauan logika naturalis, yaitu sebuah kemampuan alami dari seseorang untuk menggunakan Logika tanpa perlu mempelajari ilmu Logika terlebih dahulu.

Khabar baiknya untuk kita semua adalah, bahwa akal manusia memang dirancang untuk mampu berlogika secara spontan sesuai dengan hukum-hukum Logika dasar. Ini bisa dibuktikan dengan kemampuan semua orang untuk membedakan antara satu benda dengan benda yang lain itu adalah berbeda.

Betapapun rendahnya tingkat intelejensi seseorang, dia secara alami akan tahu bahwa sesuatu itu adalah dirinya sendiri. A adalah A bukan B, C, D ,E atau pun yang lainnya. Hal yang diketahui secara alami ini dalam ilmu Logika disebut sebagai Logika naturalis yang memenuhi kaidah dasar Logika yaitu asas pemikiran ketentuan nomor 1, yakni asas identitas. Ditail bisa dibaca disini :

Kita bisa saksikan disekitar kita aneka pernyataan dan pertanyaan yang pada dasarnya membicarakan Logika, mereka melakukan antraksi Logika naturalis dengan bobot dan cara yang berbeda-beda. Kemampuan mengolah Logika naturalis yang dimiliki oleh setiap manusia berbeda-beda tergantung tingkat intelejensi yang dimilikinya. Seorang orator politik bisa mengutarakan pernyataan-pernyataannya secara logis dan baik walaupun dia pada dasarnya belum pernah mempelajari ilmu Logika secara khusus. Seorang biduan bisa bernyanyi mengutip istilah-istilah Logika dengan baik walaupun dia sebenarnya belum tahu hubungan-bubungan Logika.

Namun sering juga kita temui banyak diantara mereka tidak bisa berbuat banyak ketika terlibat dalam kesulitan dan tekanan yang tinggi dalam berpikir, sering kesulitan dalam memecahkan persoalan itu dilakukan dengan mengikuti naluri alami yang lainnya saja, yaitu seperti mengikuti kecenderungan pribadi, kecenderungan kelompok, kecenderungan golongan, pengaruh teman, pengaruh kepentingan, dan sugesti-sugesti yang lainnya.

Tiba pada persoalan serupa diatas, maka terlihat jelas bahwa logika naturalis pada suatu titik akan mengalami jalan buntu. Untuk mengatasi kebuntuan berpikir seperti itulah maka orang-orang tempoe doeleo kemudian menyusun suatu aturan main dalam berlogika, yaitu sebuah aturan yang menyusun rumus-rumus, patokan-patokan dan hukum-hukum berpikir yang benar. Rumus-rumusan itu selanjutnya disebut dengan Logika ilmiah (logika Artifiliasi).

Logika ilmiah bertugas untuk memperhalus, mempertajam serta menunjukkan jalan pikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien , mudah dan aman.

Sekarang mari kita lihat penggolongan yang lainnya…

Penggolongan yang lainnya adalah dari segi metodeloginya. Dari segi metodenya Logika dapat dibagi menjadi dua, yaitu Logika tradisional dan logika modern. Logika tradisional adalah Logika Aristoteles dan semua logikawan setelahnya yang mengikuti sistem Logika aristoteles

Logika modern mulai tumbuh dan berkembang setelah masa Aristoteles yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan penting, diantaranya adalah ketika diperkenalkannya metode baru semacam aljabar (Ars Magna) oleh Raymundus Lullus pada abad XIII.

Sejak pengenalan itu, akhirnya sampai juga kepada kita nama-nama besar lainnya seperti, Roger Bacon, Francis Bacon, Rene Descartes sampai dengan Goorge Boole dan Bertrand Russell sebagai tokoh logika modern.

Dilihat dari segi objeknya, Logika dapat dibagi menjadi logika formal dan Logika material. Logika formal bicara mengenai hukum-hukum, patokan-patokan dan rumus-rumus berpikir benar.

Sedangkan logika material lebih konsentrasi kepada metode induktifnya, yaitu meneliti atau mempelajari dasar-dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan. Ia menilai hasil kerja logika formal dan menguji benar tidaknya dengan kenyataan empiris.

Dengan demikian maka sekarang semakin jelas bagi kita, bahwa logika sebenarnya selalu ada disekitar kita, baik kita mengetahuinya ataupun tidak. Logika bukan hanya se-onggokan ilmu yang jauh diseberang sana, tapi dia ada disini, disekitar kita. Disekitar kita sering berseliweran para pemakai logika naturalis .

Pikiran

Pikiran merupakan juru kunci didalam berlogika, sebenarnya apakah yang disebut dengan pikiran itu? Apakah semua orang sudah menyadari bahwa pikiran bisa bekerja sendiri secara otomatis dan juga bisa bekerja dengan tuntunan si pemilik pikiran?

Mari kita lihat…

Sebagaimana telah kita ketahui sebelumnya bahwa ilmu logika pada dasarnya adalah untuk mempelajari hukum-hukum, patokan-patokan dan rumus-rumus berpikir.

Sekarang yang menjadi pertanyaan kita adalah apakah semua pemikiran yang sering kita kemukakan dan pemikiran seseorang yang disampaikan kepada kita bisa dinilai logis atau tidak?

Membicarakan hal serupa ini serasa gampang-gampang susah, gampang karena bagi kebanyakan kita yang disebut berpikir ya berpikir aja. Tinggal ngikuti naluri saja, apa yang kita rasakan, apa yang kita yakini, bagaimana pikiran kelompok kita, bagaimana kecenderungan pribadi kita, bagaimana kepribadian dan sugesti-sugesti apa yang kita dapatkan, maka itulah yang akan kita sampaikan sebagai buah pikiran.

Namun demikian, diluar itu masih ada juga dari sebagian kita yang mengemukakan buah pikirannya dengan mengikuti luapan emosi seperti caci maki, kata pujian atau pernyataan keheranan dan kekaguman. Model seperti ini sering ditemui di milist-milist yahoogroups.com :)

Membicarakan pikiran juga bisa menjadi susah jika kita harus menilai hasil buah pikiran yang disampaikan itu, apakah sudah benar atau salah? Sudah bertujuan “baik” atau “jahat” , bertujuan mengatakan fakta apa adanya atau hanya sekedar ingin memutar balikkan fakta, bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan kelompok atau untuk tujuan kebenaran dan lain-lain.

Bagaimana cara kita untuk mengetahui apa yang disampaikan seseorang dalam buah pikirannya adalah merupakan tugas ilmu logika untuk mengukurnya. Ilmu Logika akan menyelediki, menyaring dan menilai buah pikiran seseorang dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan mendapakan kebenaran terlepas dari segala kepentingan perorangan dan kelompok. Logika akan merumuskan, menetapkan patokan-patokan dan memberikan hukum-hukum yang harus ditaati agar manusia bisa berpikir benar, efisien dan teratur.

Sekarang yang menjadi perhatian kita adalah, bagaimana caranya ilmu logika melakukan hal serupa diatas?

Logika melakukan hal serupa diatas bisa dengan dua cara, pertama dengan meneliti logika formalnya, yaitu melakukan penelitian terhadap kaidah logikanya, hukum-hukum logikanya dan patokan-patokan yang digunakan, apakah sudah benar atau masih salah dalam menarik kesimpulan atau konklusinya.

Kedua dengan melakukan penelitian terhadap logika materialnya, apakah sudah ada persesuaian antara pikiran yang diutarakan dengan kenyataan. Sampai disini ada perbedaan sedikit, apa yang bisa dilakukan oleh ilmu logika material dengan apa yang bisa dilakukan oleh ilmu spiritual semacam tawasuf dan irfan. Bagi ilmu logika material, mengukur kebenaran buah pikiran itu tidak lebih dari meneliti kesatuan (non kontradiksi) antara apa yang diucapkan berdasarkan buah pikiran dengan apa yang bisa dilihat sebagai fakta. Apakah buah pikiran sesuai dengan kenyataan atau tidak.

Bagi logika, ucapan adalah buah pikiran. Pikiran hanya bisa berbuah jika dia diucapkan melalui suara, ucapan, tulisan atau isyarat. Isyarat adalah perkataan yang dipadatkan, karena itu ia adalah perkataan juga. Jadi pikiran dan perkataan adalah identik, tidak berbeda satu sama lain dan yang satu bukan tambahan bagi yang lainnya. Dan bagi logika, susunan kata-kata yang keluar melalui ucapan, isyarat dan tulisan seseorang adalah ‘data’ dan data itu disebut sebagai premis-premis. Apakah premisnya sudah sesuai dengan kenyataan yang ada atau tidak.

JUDUL ARTIKEL :Pembagian Logika By.detius yoman

JUDUL ARTIKEL :Pembagian Logika

By.detius yoman

Banyak orang bertanya dimilist-milist yahoogroups, ada yang bertanya karena ingin tahu, ada yang bertanya karena iseng, ada yang bertanya karena sekedar ingin menguji persoalan logika, dan ada juga yang sangat mengerti dengan logika dan memberikan perhatian yang serius tentang itu, mereka menanyakan apakah yang dimaksud dengan logika?

Pengertian dan asal-usul sejarah logika sudah pernah saya tuliskan disebuah artikel, ditailnya bisa dilihat disini dan disini

Sekarang mungkin lebih baik kalau kita bicarakan kelanjutan dari artikel itu saja, yaitu apakah ilmu logika itu hanya satu? Ini lebih menarik kita bicarakan karena disebuah milist yahoogroups kemarin masih ada yang bertanya, apakah yang disebut dengan logika cinta? Apakah cinta mempunyai logikanya sendiri?

Jawaban saya atas pertanyaan serupa itu jelas dan tegas, TIDAK. Cinta tidak mempunyai logikanya sendiri :)

Ada pula seorang pakar yang bertanya kepada saya, Bagaimana dengan multivalue logic dan fuzzy logic?

Tentu dari contoh pertanyaan tersebut rasanya perlu kita mengulas sedikit tentang pembagian logika itu sendiri.

Logika dapat disistematisasikan menjadi beberapa golongan, tergantung darimana kita mau meninjaunya. Sistematisasi Logika pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga, pertama dilihat dari segi kualitasnya, kedua dari segi metodenya dan yang ketiga dari segi objeknya.

Dalam artikel ini akan kita bicarakan yang pertama dulu, yaitu Logika dilihat dari segi kualitasnya. Dari segi kualitasnya Logika dibagi menjadi dua, pertama adalah Logika naturalis dan yang kedua adalah Logika ilmiah. Logika naturalis adalah sebuah kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia.

Pertanyaan seperti “apakah cinta mempunyai Logika nya sendiri?” adalah termasuk kedalam tinjauan logika naturalis, yaitu sebuah kemampuan alami dari seseorang untuk menggunakan Logika tanpa perlu mempelajari ilmu Logika terlebih dahulu.

Khabar baiknya untuk kita semua adalah, bahwa akal manusia memang dirancang untuk mampu berlogika secara spontan sesuai dengan hukum-hukum Logika dasar. Ini bisa dibuktikan dengan kemampuan semua orang untuk membedakan antara satu benda dengan benda yang lain itu adalah berbeda.

Betapapun rendahnya tingkat intelejensi seseorang, dia secara alami akan tahu bahwa sesuatu itu adalah dirinya sendiri. A adalah A bukan B, C, D ,E atau pun yang lainnya. Hal yang diketahui secara alami ini dalam ilmu Logika disebut sebagai Logika naturalis yang memenuhi kaidah dasar Logika yaitu asas pemikiran ketentuan nomor 1, yakni asas identitas. Ditail bisa dibaca disini :

Kita bisa saksikan disekitar kita aneka pernyataan dan pertanyaan yang pada dasarnya membicarakan Logika, mereka melakukan antraksi Logika naturalis dengan bobot dan cara yang berbeda-beda. Kemampuan mengolah Logika naturalis yang dimiliki oleh setiap manusia berbeda-beda tergantung tingkat intelejensi yang dimilikinya. Seorang orator politik bisa mengutarakan pernyataan-pernyataannya secara logis dan baik walaupun dia pada dasarnya belum pernah mempelajari ilmu Logika secara khusus. Seorang biduan bisa bernyanyi mengutip istilah-istilah Logika dengan baik walaupun dia sebenarnya belum tahu hubungan-bubungan Logika.

Namun sering juga kita temui banyak diantara mereka tidak bisa berbuat banyak ketika terlibat dalam kesulitan dan tekanan yang tinggi dalam berpikir, sering kesulitan dalam memecahkan persoalan itu dilakukan dengan mengikuti naluri alami yang lainnya saja, yaitu seperti mengikuti kecenderungan pribadi, kecenderungan kelompok, kecenderungan golongan, pengaruh teman, pengaruh kepentingan, dan sugesti-sugesti yang lainnya.

Tiba pada persoalan serupa diatas, maka terlihat jelas bahwa logika naturalis pada suatu titik akan mengalami jalan buntu. Untuk mengatasi kebuntuan berpikir seperti itulah maka orang-orang tempoe doeleo kemudian menyusun suatu aturan main dalam berlogika, yaitu sebuah aturan yang menyusun rumus-rumus, patokan-patokan dan hukum-hukum berpikir yang benar. Rumus-rumusan itu selanjutnya disebut dengan Logika ilmiah (logika Artifiliasi).

Logika ilmiah bertugas untuk memperhalus, mempertajam serta menunjukkan jalan pikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien , mudah dan aman.

Sekarang mari kita lihat penggolongan yang lainnya…

Penggolongan yang lainnya adalah dari segi metodeloginya. Dari segi metodenya Logika dapat dibagi menjadi dua, yaitu Logika tradisional dan logika modern. Logika tradisional adalah Logika Aristoteles dan semua logikawan setelahnya yang mengikuti sistem Logika aristoteles.

Logika modern mulai tumbuh dan berkembang setelah masa Aristoteles yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan penting, diantaranya adalah ketika diperkenalkannya metode baru semacam aljabar (Ars Magna) oleh Raymundus Lullus pada abad XIII.

Sejak pengenalan itu, akhirnya sampai juga kepada kita nama-nama besar lainnya seperti, Roger Bacon, Francis Bacon, Rene Descartes sampai dengan Goorge Boole dan Bertrand Russell sebagai tokoh logika modern.

Dilihat dari segi objeknya, Logika dapat dibagi menjadi logika formal dan Logika material. Logika formal bicara mengenai hukum-hukum, patokan-patokan dan rumus-rumus berpikir benar.

Sedangkan logika material lebih konsentrasi kepada metode induktifnya, yaitu meneliti atau mempelajari dasar-dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan. Ia menilai hasil kerja logika formal dan menguji benar tidaknya dengan kenyataan empiris.

Dengan demikian maka sekarang semakin jelas bagi kita, bahwa logika sebenarnya selalu ada disekitar kita, baik kita mengetahuinya ataupun tidak. Logika bukan hanya se-onggokan ilmu yang jauh diseberang sana, tapi dia ada disini, disekitar kita. Disekitar kita sering berseliweran para pemakai logika naturalis .

JUDUL NOVEL/ARTIKEL : KATA Oleh : detius yoman

JUDUL NOVEL/ARTIKEL : KATA

Oleh : detius yoman

Sering dalam berdiskusi, terutama diskusi-diskusi dimilist yahoogroups kita kesulitan untuk bersepakat tentang suatu persoalan yang sesungguhnya mudah. Persoalan-persoalan mudah tersebut sering menjadi persoalan berlarut-larut karena dua hal, pertama karena persoalan teknis, yaitu ketidak mampuan untuk membedakan satu kata dengan kata yang lainnya dan satu pernyataan dengan pernyataan lainnya. Kedua karena persoalan non teknis, yaitu keinginan untuk merpertahankan kecenderungan pribadi, kepentingan kelompok, dan aneka egoisme yang lainnya :)

Sekarang kita lihat hal yang pertama dulu, yaitu persoalan teknis tentang pengetahuan kita terhadap kata-kata. Didalam berlogika kemampuan yang paling rendah yang harus dimiliki untuk meneliti kekeliruan berpikir, silogisme, analogi, generalisasi dan dilema adalah kemampuan untuk membedakan kata perkata. Permasalahan seperti ini sekilas kelihatannya sepele, tapi apakah betul permasalahan seperti ini adalah persoalan yang mudah dan sepele?

Mari kita lihat…

Kita sering ngeyel bersikeras mempersamakan kata tidak gemuk dengan kurus, tidak kaya dengan miskin, tidak terang dengan gelap, tidak pandai dengan bodoh dan sebagainya. Penggunaan kata-kata seperti itu tidaklah benar dan logis, karena kata tidak gemuk bukanlah berarti kurus, kata tidak gemuk untuk seseorang bisa saja berarti orang tersebut adalah orang yang berbadan atletis dan ideal.

Kata ‘tidak kaya’ tidak berarti seseorang itu miskin, tidak kaya bisa juga berarti orang yang mempunyai uang yang cukup, namun tidak sampai berlebihan sehingga dia belum layak disebut sebagai orang yang kaya.

Tidak pandai juga tidak bisa disamakan dengan bodoh, karena orang-orang yang sekolah dan kuliah sampai sarjana sekalipun banyak juga yang disebut sebagai orang yang tidak pandai, tapi juga tidak bisa dikatagorikan sebagai orang yang bodoh.

Dalam ilmu logika, persoalan seperti ini diatur khusus dalam sebuah bahasan, yakni tentang pengetahuan terhadap kata. Dalam masalah ini dikenal tiga istilah teknis, yaitu kata positif, negatif dan privatif.

Kata positif adalah suatu kata yang mempunyai pengertian tentang penegasan ‘adanya’ sesuatu terhadap dirinya sendiri, seperti :

  • Gemuk –à menunjukkan ’adanya’ daging.
  • Kaya –à menunjukkan ’adanya’ harta.
  • Terang –à menunjukkan ‘adanya’ cahaya.
  • Pandai –à menunjukkan ‘adanya’ ilmu.
  • Dan lain-lain

Kata Negatif adalah suatu kata yang yang diawali oleh kata-kata negasi seperti, tidak, non, tak, dan bukan, contohnya seperti :

  • Non Gemuk –> diawali kata ‘Non’
  • Tidak Kaya –> diawali kata ‘ tidak’
  • Tak Terang –> diawali kata ‘tak’
  • Tak Pandai –> diawali kata ‘tak’.
  • Dan lain-lain

Kata Privatif adalah suatu kata yang mempunyai pengertian tentang penegasan ‘tidak adanya’ sesuatu terhadap dirinya sendiri, seperti :

  • Kurus –> menunjukkan ‘ tidak adanya’ daging.
  • Miskin –> menunjukkan ’ tidak adanya’ harta.
  • Gelap –> menunjukkan ‘ tidak adanya’ cahaya.
  • Bodoh –> menunjukkan ’ tidak adanya’ ilmu.
  • Dan lain-lain

Dengan memperhatikan pengertian kata tersebut, maka sekarang makin jelaslah bagi kita bahwa tidak gemuk tidak semakna dengan kurus, tidak kaya tidak semakna dengan miskin, tidak pandai tidak semakna dengan bodoh dan tidak terang tidak sama dengan gelap.

Pertanyaannya, apakah semua kata negatif tidak sama dengan kata privatif?

Tentu saja tidak semua, ada juga beberapa kata negatif yang semakna dengan kata privatif, misalnya tidak lulus yang semakna dengan gagal, tidak hidup semakna dengan mati, tidak pergi semakna dengan ditempat dan lain sebagainya. Sampai disini kita sudah tahu sedikit tentang kemampuan teknis dalam berdiskusi dari sisi logika, berikutnya akan kita bahas kemampuan teknis yang lain, yaitu tentang penggunaan kata universal dan partial.

Bagaimana pendapat anda, apakah perbincangan mengenai penggunaan kata ini ada manfaatnya untuk kita ketahui? Silakan sampaikan pendapat anda dibawah ini :)